ORCID Profile
0000-0001-5002-2476
Current Organisation
Universitas Padjadjaran
Does something not look right? The information on this page has been harvested from data sources that may not be up to date. We continue to work with information providers to improve coverage and quality. To report an issue, use the Feedback Form.
Publisher: LPPM UNPAR
Date: 07-07-2020
Publisher: Universitas Padjadjaran
Date: 30-07-2021
Abstract: Artikel ini bertujuan untuk pemeriksaan tingkat keandalan (reliabitas) dan kesahihan (validitas) instrumen pengukuran tentang toleransi agama dengan tiga dimensi: ‘persepsi’, ‘sikap’, dan ‘kerjasama antar umat beragama’. Tujuan lainnya adalah menghitung indeks toleransi agama masing-masing dimensi tersebut, dan keseluruhannya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini dengan pendekatan kuantitatif. Karena dalam suasana pandemik, teknik pengumpulan data yang digunakan secara online dengan subjek penelitian adalah mahasiswa Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Pasundan, Cimahi. Teknik pengolahan data yang digunakan adalah pemodelan persamaan struktural (PPS). Perhitungan indeks digunakan pendekatan American Customer Satisfaction Index (ACSI). Hasil pemeriksaan tingkat reliabilitas dan validitas memperlihatkan bahwa untuk dimensi ‘persepsi’ dari sepuluh butir pernyataan yang disusun terdapat enam yang memiliki tingkat keandalan dan validitas yang dipandang layak, terdapat tiga butir pernyataan dari sepuluh yang memiliki reliabilitas dan validitas yang dianggap layak untuk dimensi ‘sikap’, dan untuk dimensi ‘kerjasama’ terdapat enam butir pernyataan dari sepuluh yang memiliki reliabilitas dan validitas yang dianggap layak. Hasil lain memperlihatkan bahwa sekitar 53% butir-butir pernyataan yang dianggap layak untuk dimensi ‘persepsi’, sebesar 77% untuk dimensi ‘sikap’, dan 75% bagi dimensi’ kerjasama’. Akhirnya hasil untuk indeks “persepsi”, ‘sikap”, dan “kerjasama” masing-masing sebesar 93, 35, dan 54, sedangkan untuk indeks toleransi agama sebesar 62.
Publisher: Public Library of Science (PLoS)
Date: 12-02-2015
Publisher: Universitas Gadjah Mada
Date: 09-04-2019
DOI: 10.22146/JKN.41244
Abstract: ABSTRACTWest Java had been considered as the most vulnerable area for the spread of radicalism in Indonesia, its presence brought new threats which were considered more difficult to detected than a network of structured terrorism organizations. This article emphasized the issue of lone wolf terrorism and the history of its development from structured terrorism organizations in West Java.By using 4 typologies proposed by Raffaello Pantucci namely loner, lone wolf, lone wolf pack and lone attacker this article concluded that the occurrence of a network-based terrorism movement or Transnational Organized Crime to Lone Wolf Terrorism in West Java was the same pattern carried out in conflict areas in Iraq and Syria. This was caused by the disconnection of structural-organizational communication between its members and recruiting process was conducted randomly.ABSTRAK Jawa Barat telah dianggap sebagai daerah paling rawan penyebaran paham radikalisme di Indonesia, kehadirannya membawa ancaman baru yang dinilai lebih sulit untuk dideteksi daripada jaringan organisasi terorisme terstruktur. Artikel ini menekankan pada isu lone wolf terrorism dan sejarah perkembangannya dari organisasi terorisme terstruktur di Jawa Barat.Dengan menggunakan 4 tipologi yang dikemukakan oleh Raffaello Pantucci yakni loner, lone wolf, lone wolf pack dan lone attacker artikel ini menyimpulkan bahwasanya terjadinya pergeseran gerakan terorisme berbasis jaringan atau Transnational Organized Crime ke Lone Wolf Terrorism di Jawa Barat merupakan pola yang sama dilakukan di daerah konflik di Irak dan Suriah. Hal tersebut disebabkan oleh diputuskannya komunikasi struktural-organisasional antar anggotanya serta perekrutan dilakukan secara acak.
Publisher: IOP Publishing
Date: 11-2018
Publisher: Universitas Airlangga
Date: 11-10-2021
DOI: 10.20473/JGS.15.2.2021.237-254
Abstract: Pada Desember 2004, sebuah tsunami menerjang Aceh, Nias, dan sebagian Sumatera Utara pasca terjadinya gempa berkekuatan 9.0 SR, memberikan d ak yang mel aui kapasitas pemerintah Indonesia untuk menanggulanginya sehingga Indonesia harus membuka dirinya terhadap bantuan kemanusiaan internasional. Tetapi, ketiadaan peraturan perundangan yang mengatur segala hal mengenai kebencanaan dan penerimaan bantuan internasional di Indonesia semakin memperkeruh keadaan. Dengan adanya Resolusi Majelis Umum PBB No. 46/182 Tahun 1991 sebagai salah satu wujud rezim internasional, pada tahun 2004 Indonesia dapat menerima bantuan kemanusiaan internasional dengan baik. Tulisan ini bertujuan untuk menelaah perkembangan peraturan perundangan kebencanaan di Indonesia yang terjadi pasca gempa dan tsunami yang menyerang Aceh pada tahun 2004, menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data berbasis dokumen dan internet serta mewawancarai beberapa ahli. Penemuan menunjukkan adanya perkembangan peraturan perundangan kebencanaan Indonesia yang sejalan dengan hal-hal yang termuat dalam Resolusi Majelis Umum PBB No. 46/182 Tahun 1991, sebagai salah satu wujud partisipasi aktif Indonesia sebagai aktor di dunia internasional. Walau demikian, masih ada beberapa hal yang harus terus dikembangkan Indonesia untuk mencapai hasil yang optimal dalam menanggulangi bencana alam di wilayahnya.Kata-Kata Kunci: Bantuan Kemanusiaan Internasional, Gempa dan Tsunami Aceh 2004, Peraturan Perundangan Kebencanaan Indonesia, Rezim InternasionalIn December 2004, a tsunami struck Aceh, Nias, and part of North Sumatra following the 9.0 SR magnitude earthquake, of which its impact overwhelmed the Indonesian government’s capability and required Indonesia to open itself for international humanitarian assistance. However, the absence of Indonesian disaster regulations and the lack of acceptance for international assistance had worsened the situation. With the UNGA Resolution No. 46/182 of 1991 as a manifestation of the international regime, Indonesia could finally accept international humanitarian assistance in 2004. This article aims to examine the development of Indonesian disaster regulations after the 2004 Aceh earthquake and tsunami, using qualitative methods complimented with document-based and internet-based data as well as interview results with several experts. Findings shows that the development of Indonesian disaster regulations is in line with the matters contained in the resolution, further exhibiting Indonesia’s active participation as an actor in the international world. Having said that, there are many things that Indonesia shall continue to develop still in order to achieve optimal results in tackling natural disasters.Keywords: 2004 Aceh Earthquake and Tsunami, Indonesia Disaster Regulations, International Humanitarian Assistance, International Regimes
No related grants have been discovered for Arfin Sudirman.